Selasa, 24 Juni 2014

MEMORIKU MEMORIMU : Nostalgia, Boleh Juga


Ndak perlu curiga, bukan? Kalau ada teman yang menunjukkan sikap menawan. Kalau sikapnya manis dan baik, mugkin saja ia memang baik atau ada udang di balik..... piring. Tentu bahagia punya teman yang sopan, suka humor juga baik hatinya. Apalagi kalau dia. . . . . . pokoknya sejuta rasa.

Tapi, aku sekarang lagi ngeri deh kalau menghadapinya yang selalu menunjukkan sikap manis, utamanya kalau dia seorang cewek. . . ndak nyindir nih! jangan salah dulu, sebelum kamu tahu persis kenapa aku menaruh curiga padanya yang slalu bersikap manis. Bukannya aku ndak mau tahu atau ndak ngerti berterima kasih, atauuu. . . juga bukan mau membalas air susu dengan air tuba. Bukan! Aku dididik orang tuaku untuk selalu bersikap baik kepada siapa saja. Didikan orang tuaku ini betul-betul mendapat perhatian dariku. Katanya, manusia itu mahluk yang mulia, ndak ada bedanya satu sama lain. Yang beda hanya sikapnya dan itulah yang utama. Dan katanya lagi, ndak ada orang yang bisa idup sendiri kamu pasti membutuhkn orang lain, apa lagi pada waktu senja di usia remaja. Jadi, setiap orang harus membalas kebaikan dengan kebaikan, tidak untuk sebaliknya. Kalau ada orang yang memberi kita keburukan, hal yang terbaik adalah kita harus membalasnya dengan membalas dengan memulai kebaikan.

Nah, nasehat orang tuaku baik, bukan? Ndak ada salahnya memang. Aku selalu mencoba bersikap hormat sama teman-teman. Buktinya punya banyak teman. Pendeknya menyenangkan, dari belajar bersama, ngobrol bersama, dan banyak lagi. Yang lebih menggembirakan lagi. Dengan cara itu, aku dapat memetik keuntungan, saling mengisi, saling memberi dan saling menerima, ini membwatku. . . . Yah, tentu merasa jadi baik lah. Bukankah keuntungan ini dari pergaulan yang luas? Jawabannya pasti iya, kan?

Diantara sekian banyak teman, ada seorang teman yang agak kuistimewakan. Cewek ini menarik dan baik. Dia paling sering datang ke rumah. Jadinya, ayah dan ibuku juga senang karena dia pandai mengambil hati. Operasi hati kali? Tapi beneran, loh! Maksudnya, dia itu pintar menarik empati orangtuaku, sip banget deh. Terus terang, aku juga membrikan perhtian khusus baginya karena dia dengan senang hati selalu menolongku saat aku perlu bantuan dan di kala gundah. Cieh-cieh, lebai banget. Oia, tanpa aku minta, dia selalu mengeluarkan jasa baiknya seperti sering melakukan apa aja dan rela berkorban demi aku dan banyak lagi. Pokoknya untuk aku, dia rela apa aja deh. Sampai-sampai teman-teman menyebutnya doiku!!

Anehnya, aku ndak marah, malahan senang. Sering juga aku membanggakan dia dihadapan orangtuaku. Sepintas ibu berkata, " Nah, rupanya anak kita ini sudah mulai jatuh cinta. Pak, ya?" Bapak cuma bisa tersenyum mengejek ke arahku, diriku yang dalam keadaan muka memerah dan agak cemberut juga. Biar begitu, aku juga bangga loh. . . Terlebih karena orangtuaku selalu biarkan kami ngobrol berdua setiap malam minggu.

Tapi, entah kenapa juga kebanggaanku jadi lenyap tiba-tiba. Sore itu, se-pulang nonton. Aku ingin cepat-cepat pulang, tidak seperti biasanya. Aku ndak menyangka sama sekali, dia yang biasanya sopan dan halus budi-bahasanya membisikkan sesuatu yang mengejutkan.
                                                                               555
                                                                          
Seperti yang diceritakan ISNAENI kepada TAWAF.

0 comments:

Posting Komentar