Ndak perlu curiga, bukan? Kalau ada teman yang menunjukkan sikap menawan. Kalau sikapnya manis dan baik, mugkin saja ia
memang baik atau ada udang di balik..... piring. Tentu bahagia punya teman yang
sopan, suka humor juga baik hatinya. Apalagi kalau dia. . . . . . pokoknya
sejuta rasa.
Tapi, aku sekarang lagi ngeri deh kalau
menghadapinya yang selalu menunjukkan sikap manis, utamanya kalau dia seorang
cewek. . . ndak nyindir nih! jangan salah dulu, sebelum kamu tahu
persis kenapa aku menaruh curiga padanya yang slalu bersikap manis. Bukannya aku
ndak mau tahu atau ndak ngerti berterima kasih, atauuu. . . juga bukan mau membalas
air susu dengan air tuba. Bukan! Aku dididik orang tuaku untuk selalu bersikap
baik kepada siapa saja. Didikan orang tuaku ini betul-betul mendapat perhatian dariku.
Katanya, manusia itu mahluk yang mulia, ndak ada bedanya satu sama lain. Yang
beda hanya sikapnya dan itulah yang utama. Dan katanya lagi, ndak ada orang yang
bisa idup sendiri kamu pasti membutuhkn
orang lain, apa lagi pada waktu senja di usia remaja. Jadi, setiap orang harus
membalas kebaikan dengan kebaikan, tidak untuk sebaliknya. Kalau ada orang yang
memberi kita keburukan, hal yang terbaik adalah kita harus membalasnya dengan
membalas dengan memulai kebaikan.
Nah, nasehat orang tuaku baik, bukan? Ndak ada
salahnya memang. Aku selalu mencoba bersikap hormat sama teman-teman. Buktinya
punya banyak teman. Pendeknya menyenangkan, dari belajar bersama, ngobrol
bersama, dan banyak lagi. Yang lebih menggembirakan lagi. Dengan cara itu, aku dapat
memetik keuntungan, saling mengisi, saling memberi dan saling menerima, ini
membwatku. . . . Yah, tentu merasa jadi baik lah. Bukankah keuntungan ini dari
pergaulan yang luas? Jawabannya pasti iya, kan?
Diantara sekian banyak teman, ada seorang teman yang agak kuistimewakan.
Cewek ini menarik dan baik. Dia paling sering datang ke rumah. Jadinya, ayah dan
ibuku juga senang karena dia pandai mengambil hati. Operasi hati kali? Tapi
beneran, loh! Maksudnya, dia itu pintar menarik empati orangtuaku, sip banget deh.
Terus terang, aku juga membrikan perhtian khusus baginya karena dia dengan
senang hati selalu menolongku saat aku perlu bantuan dan di kala gundah.
Cieh-cieh, lebai banget. Oia, tanpa aku minta, dia selalu mengeluarkan jasa
baiknya seperti sering melakukan apa aja dan rela berkorban demi aku dan banyak
lagi. Pokoknya untuk aku, dia rela apa aja deh. Sampai-sampai teman-teman
menyebutnya doiku!!
Anehnya, aku ndak marah, malahan senang. Sering juga aku membanggakan dia
dihadapan orangtuaku. Sepintas ibu berkata, " Nah, rupanya anak kita ini sudah
mulai jatuh cinta. Pak, ya?" Bapak cuma bisa tersenyum mengejek ke arahku, diriku yang dalam keadaan muka memerah dan agak cemberut juga. Biar
begitu, aku juga bangga loh. . . Terlebih karena orangtuaku selalu biarkan kami
ngobrol berdua setiap malam minggu.
Tapi, entah kenapa juga kebanggaanku jadi lenyap tiba-tiba. Sore itu, se-pulang
nonton. Aku ingin cepat-cepat pulang, tidak seperti biasanya. Aku ndak menyangka
sama sekali, dia yang biasanya sopan dan halus budi-bahasanya membisikkan
sesuatu yang mengejutkan.
555
Seperti yang diceritakan ISNAENI kepada TAWAF.
0 comments:
Posting Komentar