Jumat, 18 Desember 2020

Isyarat Juni


Kita selalu percaya, musim berganti tanpa aba-aba
Hadir semaunya, pergi tanpa pamit
Cerita hujan selalu diyakini dengan basah
Cerita terik pun kita percaya pada basah
Keringat

Sering hadir lelah di banyak masa
Seolah membaur dengan kebiasaan hidup yang terus melaju tanpa ampun
Kebiasaan angin yang menghembus ke pelupuk muzon
Menjelajahi rerimbun pohon di segala gunung
Merangkak menuju ozon
Hingga menjadi kabar air di daratan tempatku berdiri

Kita akan selalu sama-sama menunggu
Juni adalah saat yang paling menggelisahkan
Memaksa batin menerka-nerka tentang hujan
Walaupun sejujurnya kita tahu, tetap akan ada hujan
Walaupun kita tahu, hujan tak perlu kita nanti
Pun perkara hujan tak mengenal siapa pun
Tak mengenal kasta, tak memamdang waktu untuk membasahi
Semaunya, namun selalu ada rindu dibalik dingin yg hadir

Semua selalu rindu pada hujan, semua mahluk
Tapi pada akhirnya hujan bukanlah sesuatu yang selalu berarti
Membawa kita hanyut, tenggelam dalam angan
Sejauh Juni, menjelajahi waktu hingga Desember
Desember memang basah, seperti yang diisyaratkan oleh Juni
Dan tetap saja kita selalu berharap, semoga ini bukanlah menjadi Desember terakhir


Senin, 07 Desember 2020

Selayang Embun di Seperempat Akhir Malam



Aku tak pernah tahu, di daun mana setiap tetes embun akan menetap, lalu mengering

Semenjak malam mulai berbintang, tak pernah kuukur basah yang menjelajahi seperempat akhir kegelapan

Yang kutahu, saat pagi akan selalu ada daun yang penuh dengan embun

Itu pasti, dan tak terukur

Ranting pun tak bisa bercerita apapun tentang segala hal yang terjadi di dekatnya

Aku mulai tahu, bahwa segalah hal yang berdampingan, tak selamanya akan saling tahu, bahkan mungkin pura-pura tak tahu saja

Hari-hari hanya berganti dengan kisah yang sama, entah daun atau ranting besok akan terbasahi oleh embun yang mana?


Sebenarnya, banyak yang tak harus dijelaskan

Yang mungkin hanya tahu tentang basah, tapi belum mengerti tentang dingin

Apa yang terjentik air pun tak selang begitu lama dikeringkan oleh matahari pagi

Riwayat embun hanya berlalu, bercerita dalam hitungan menit, bahkan hanya mengering dengan hembusan angin

Ini menjadi kisah pagi singkat yang berakhir seolah tak pernah ada

Entah pada akhirnya malam kembali datang lagi

Fakta yang sama pun kembali tanpa dinantikan


Minggu, 29 November 2020

Pada Di-ri-mu yang Ada Ri



Senja adalah hal yang tak pernah kujanjikan, tapi kau selalu menginginkannya

Pada senja yang hanya pelengkap malam, entah apa yang terkesan di balik matamu

Yang selalu merindu senja, tanpa alasan

Yang hanya menunggu, dengan percaya pada janji

Kepada kalimat yang belum bermuara pada akad


Setiap hari, kita mengulang De Javu, meminta untuk tak lagi kembali pada kebiasaan kemarin

Meminta batin untuk menahan ego, mencari celah untuk memantaskan hati

Bersiap diri utuk hari yang penuh kejutan

Tanpa harus mengulang


Note:

Ri dalam bahasa Italia berartu mengulang, malakukan hal yang sama pada waktu yang berbeda

Sabtu, 29 Agustus 2020

Menunda Sunyi di Antara Resah

See the source image

"Cahayamu bukanlah yang selalu kunantikan, 
tapi hadirmu memberiku banyak kesempatan untuk menunda sunyi."

Selalu ada janji yang berakhir pada kepastian
Selalu ada saat, setiap manusia merencanakan yang terbaik
Tertawa bukan berarti yakin bahwa besok adalah bahagia
Menangis bukan karena lemah
Momen itu akan datang ketika kita tak tahu di balik rencana 
Hanya dengan bersyukur, maka segalanya akan tetap berarti

Resah membawa sebagian air mata di ujung-ujung cerita yang dikandung janji
Ikatan yang dinantikan akan selalu menjadi perjuangan 
Ketika malam datang, saatnya berpikir apakah besok masih ada pagi, seperti tadi
Angan-angan melambung di antara bayangan dahan yang menutupi tubuhku

Aku selalu tahu bahwa ini bukan hanya sekedar rencana
Mahluk lain di sekitarku selalu membiski yang terbaik, sebagian diantaranya mengoceh tentang suramnya janji
Aku hanya pura-pura tak mendengar semua yang tak kuinginkan
Lalu mencoba berkhayal tentang nanti yang kita nantikan, melupakan resah yang kita resahkan
Ingin rasanya kuselami malam yang selalu mengusik tidurku
Andai saja dalam pikirku terlihat, semua diamku akan sia-sia

Ramahnya bulan belum begitu menyilaukan pandangan ku ke titik terjauh di atas langit
Untuk tujuan yang entah kemana tak berujung
Selalu aku bingung sendiri dengan narasi-narasi yang kuceritakan dalam nalar
Lantas sejauh mana aku harus melihat?
Apa benar-benar akan ada sebuah titik yang bisa mengakhiri pandanganku?
Nanti, titik itu harus benar-benar kutemui, sebelum malam menyambut pagi

Jumat, 28 Agustus 2020

Kau, Hariku




Aku tak ingat sudah berapa lama kita berjalan

Di antara siang dan malam yang memikul waktu

Kita selalu tersenyum diantara bersama dan di antara jarak

Walaupun tak selamanya


Kita selalu belajar tentang kehilangan

Walaupun bagiku kau tak akan pernah hilang, mungkin aku hanya tak menyapa


Kau selalu khawatir menanti pagi yang tanpa mentari

Yang walaupun semendung apapun, nyatanya pagiku dan pagimu akan sama-sama cerah, bahkan terik

Kadang kupikir terlalu terik, hingga kurasa perlu berteduh di sebuah persinggahan, sekedar menghilangkan dahaga


Aku selalu menunggu waktu itu, waktu dimana kita menyaksikan langit senja dengan damai

Yang tanpa hujan

Tanpa ada ingatan yang mengiris ingatan

Aku hanya ingin semua ingatan begitu damai, dan tak membuatku selalu rindu


Rabu, 15 Januari 2020

Pada Akhirnya

Kita boleh-boleh saja beranggapan jika hari ini mungkin hari baru. Walaupun setiap hari tetap 24 jam, kadang kita lengah menghitung detik. Kemarin dan hari ini akan selalu berbeda. Bahagia, senyuman, tertawa, melompat lebih tinggih, bahkan pada akhirnya harus menangis. Iya, kadang ego membisikkan bahwa hari sepenuhnya milik kita, tapi sebenarnya itu kurang tepat. Perihal itu semua, kadang waktu yang tersisa kita biaskan dengan berharap hari yang sama dengan yang lain, tanpa kita sadar juga, mungkin hari kita adalah sebuah mimpi untuk yang lain. Bersyukur, kesedihan sering membuatku belajar, banyak belajar. Bahwa sedih itu kadang harus dinikmati sendiri, tak perlu dibagi, pada siapaun itu. Bukan karena semua itu sakit, bukan. Aku hanya lebih banyak bersyukur dengan sebuah pelajaran baru, bahwa wawasan manusia memang terbatas, perlu untuk terus belajar, bukan hanya persoalan materi, persoalan hati pun sepertinya harus.
________________________________________
Aku selalu bersyukur jika memiliki perasaan yang tak terbatas. Sebut saja itu baper, tapi malah malu. Mataku berusaha membelot dari kenyataan yang kuterawang, tapi tetap saja kikuk pada beberapa hal. Untungnya mengenai persoalan hak, aku begitu tau, itu tak perlu kupersoalkan. Persoalkan pada diriku? Apa harus? Aku hanya khawatir tersesat disana, dan tak tahu jalan pulang. Saat ini kuakui, agaknya memang tersesat di dalam pelukan sangkar yang gelap. Tak tahu harus berkiblat kemana, untuk keluar dari kesesatan itu, karna sejujurnya di sini pun, kukira adalah kiblat.