BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengakuan keberadaan suatu suku/bangsa adalah dengan
membuktikan bahwa suku/bangsa mereka memiliki budaya luhur. Budaya luhur akan
selalu terjaga dengan nilai kearifan local. Kearifan local seakan menjadi biang
keladi, namun semestinya kesadaran manusia yang menjadi prioritasnya. Kedua hal
ini sinergis dan biimplikatif.
Setiap suku/bangsa hidup pada
wilayah berbeda dengan cara yang berbeda pula. Berkaitan dengan tujuan
mengeksistensikan budaya masing-masing setiap suku/banga tentunya memiliki
konsep yang berbeda. Disinilah peranan dari nilai kearifan lokal.
Bulukumba, sebagai salah satu kabupaten yang
ada di Sulawesi Selatan, dihuni oleh mayoritas masyarakat lokal bersuku bugis.
Mayoritas suku bugis yang menghuni Bulukumba merupakan masyarakat asli
Bulukumba. Dengan berlandaskan penjelasan diatas, maka bulukumba juga memiliki
masayarakat asli yang tentunya berbudaya dan memiliki kearifan lokal sebagai
dasar budayanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Kalimat apa yang
mewakili kearifan lokal daerah Kab. Bulukumba ?
b.
Dari mana terbentuknya
kalimat tersebut?
c.
Untuk apa kalimat
tersebut diciptakan?
d.
Apa masih ada makna
kalimat tersebut dalam kehidupan masyarakat Bulukmba?
e.
Apa masih perlu untuk
dipertahankan kearifan lokal itu dan mengapa?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah
di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Untuk mengetahui
kearifan lokal yang terdapat di daerah Kab. Bulukumba.
b.
Untuk mengetahui sejarah
terbentuknya kearifan lokal daerah Kab. Bulukumba.
c.
Untuk mengetahui tujuan
diciptakannya suatu kearifan lokal.
d.
Untuk mengetahui
keberadaan kearifan lokal tersebut di Kab. Bulukumba.
e.
Untuk mengetahui sejauh
mana pentingnya kearifan lokal disertai alasan.
-----------------------------------------------------------------------
PEMBAHASAN
Narasumber 1
Nama : M. Thamrin Ma’ing
Tempat, tanggal lahir : Herlang, 17 Oktober 1965
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Hp : 085324209170
(alasan mengapa peneliti menjadikan beliau
sebagai narasumber adalah karena beliau merupakan orang tua penulis, orang yang
terdekat dengan penulis)
Apa semboyan yang mewakili kearifan lokal
masyarakat Bulukumba?
Semboyan daerah bulukumba adalah “mali
siparappe,tallang sipahua” yang artinya
“hanyut sama-sama terdampar, tenggelam sama-sama terapung”.
Bagaimana sejarah terbentuknya semboyan
tersebut?
Kakekmu pernah bilang, awal lahir dan awal
perkembangannya semboyang itu di Bulukumba wilayah Timur. Mungkin berkaitan
dengan nenek moyang di sana rata-rata pelaut ulung. Dan mungkin saja dengan
ingin mengibaratkan semangat persatuan, mereka mengambil perumpamaan yang dekat
dengan kebiasaan mereka.
apa tujuan terciptanya semboyan tersebut?
Dengan harapan, mungkin agar masyarakat yang pada saat
itu rata-rata pelaut mudah mengingatnya. Yang saya tau, itu semua agar
masyarakat dapat tetap bersatu.
Apa
makna dari smeboyan itu masih bisa di temukan pelaksanaan kehidupan
masyarakat di Bulukumba sekarang?
Kalau di kampong kakek-nenekmu di Herlang, bisa
dibilang masih ada. Bukti kecilnya, jika salah seorang warga akan dinikahkan,
maka para kerabat dan tetangganya pasti akan saling membantu dalam bentuk
membawa beras atau apa saja hasil bumi yng bias di bawa ke rumah seorang warga
yg akan menikah. Namun hal itu bukanlah sumbangan, tetapi semua yang kerabat
ataupun tetangga berikan, akan dicatat dan akan menjadi utang seorang warga
yang akan menikah tersebut. Jadi, istilahnya mereka saling bantu dan pencatatan
pemberian itu merupakan ide agar hal tersebut menjadi budaya dan terbukti
sampai saat ini, budaya itu ada. Kalau dibandingkan di sini (Kel. Palampang),
apalagi di kota, sudah tidak ada istilah seperti itu, yang mau nikah tanggung
semua.
apa pentingnya semboyan tersebut?
Penting, kalau semboyang itu hilang dan tidak ada lagi
warga Bulukumba yang tahu, apa lagi yang bisa diandalkan di Bulukumba.
Narasumber 2
Nama :
Syahrul,S.Pd
Tempat, tanggal lahir : Bulukumba, 5 Juli1971
Pekerjaan : PNS
(alasan
penulis mengambil beliau ini sebagai narasumber , karena beliau guru
bahasa Indonesia SMA penulis dan beliau membina sebuah sanggar seni yang juga
penulis menjadi salah-satu binaan beliau sampai saat ini)
Apa semboyan atau slogan yang mewakili
kearifan lokal masyarakat Bulukumba?
Yang saya tau, “mali
siparappe”. Biasa juga ada orang-orang yang menyambung kalimat itu dengan “tallang sipahua’”. Tapi itu tidak
salah.
Bagaimana sejarah terbentuknya semboyan
tersebut?
Dulunya itu, di Bulukumba rata-rata warganya pelaut
dan masih sangat jarang dan katanya, hampir tidak ada warga yang menghuni
daerah daerah tinggi. Semuanya belum tau cara bertahan hidup di daerah tinggi,
jadi mayoritas tinggal di wilayah pesisir pantai karena kebiasaan mereka
berlayar. Nah, dalam berlayar mereka memiliki tekad yang kuat untuk
sampai/menyelesaikan tujuan sebelum kembali. Mereka tidak egois, dalam
perjalanannya, apapun yang terjadi pada salah satu diantara mereka, adalah
tanggung jawab mereka bersama-sama. Kemudian agar nilai itu bias tetap ada dan
berlangsung turun-temurung, nilai tekad persatuan mereka umpamakan pada hal
yang menjadi kebiasaan mereka. Kenapa saya bilang tadi “mali siparappe” biasa juga ada orang-orang yang menyambung kalimat
itu dengan “tallang sipahua’”, tapi
itu tidak salah? Kedua kalimat itu jika diterjemahkan memang tidak sama, namun
semakna. Ada yang berasal dari bahasa bugis asli, yaitu “mali siparappe” yang terjemahannya jika hanyut sama-sama
terdampar. Ini brkembang di Bulukumba wilayah Barat. Yang kedua, “tallang sipahua’. Itu berasal dari
bahasa bugis konjo, bahasa ini berkembang di Bulukumba wilayah Timur yang
terjemahannya jika tenggelam, sama-sama terapung. Keduanya memiliki makna yang
sama, yaitu yang saya katakan tadi,
tekad yang kuat dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi segala kondisi,
baik suka ataupun duka.
Apa tujuan terciptanya semboyan tersebut?
Mereka tentu berharap, dengan semboyangnya yang
demikian, maka anak-cucunya bisa membayangkan bagaimana kehidupadan kebiasaan
leluhurnya dulu sekaligus juga anak-cucunya bisa tahu, bahwa leluhurnya
memiliki tekad yang kuat dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi segala
kondisi, baik suka ataupun duka. Supaya, dengan kombinasi kedua hal kemungkinan
itu, nantinya bisa saling mendukung dalam memicu semangt bersatu generasi
lanjut.
Apa
makna dari smeboyan itu masih bisa di temukan di Bulukumba sekarang?
Kalau berbicara masih ada atau tidaknya, memang masih
ada. Cuma kalau saya persentasikan, mingkin tersisa 40% wilayah Bulukumba yang
masih bertahan. Itu pun yang bertahan, sudah tidak sepenuhnya. Ya, semangatnya
bersatu dalam batasan mulut, masih ada. Tetapi untuk semacam itu, kan sudah
umum rakyat Indonesia mengakuinya. Tapi jika terkhusus kepada kearifan logal,
prinsip dasar semboyang kita yang diterapkan pada budaya perlahan menyusut. Itu
karena pengaruh-pengaruh dari luar yang semakin menjadikan penduduk asli
perlahan menuju egoisme, menjadi dokrin pola pikir yang tidak disadari. Yang
masih bertahan itu tersisi di wilayah timur Bulukumba, seperti di Kajang, Tanah
Beru, Herlang. Kalau di wilayah barat, sya tidak pernah jumpai lagi. Entah kalo
sebenarnya masih ada.
Apa pentingnya semboyan tersebut?
Sangat penting, untuk mempertahankan sebagai
pengontrol masyarakat, apa bila mungkin ada sifat egoisnya dengan mengingat
asal usul daerah kita sampai terciptanya semboyan ini, dengan harapan yang baik
dari leluhur, egoisme itu bisa diruntuhkan.
Narasumber 3
Nama :
Rappa
Tempat, tanggal lahir : Bulukumba, 1931
Pekerjaan : Petani
No. Hp : -
(alasan
penulis mengambil beliau ini sebagai narasumber , karena beliau
merupakkan orang yang dipaercayakan sebagai “pabbaca”
(orang yang dipercayakan membantu memenuhi acara selamatan sebagai pendoa
nenek moyang yang telah wafat) sebagai pekerjaan sambilannya saja di daerah
asal penulis)
Apa semboyan atau slogan yang mewakili
kearifan lokal masyarakat Bulukumba?
Disini, dikenal
“mali siparappe”. tapi di Tanah Beru,
dan jajarannya, dikenal “Tallang sipahua’”.
Bagaimana sejarah terbentuknya semboyan
tersebut?
Saya tidak tahu pastinya. Mungkin karena mereka
terbiasa dengan air, istilahnya berlayar. Kemungkinan dari semboyang itu, saat
ini ada orang yang membuat istilah baru untuk Bulukumba, yakni “Bulukumba Berlayar”.
apa
tujuan terciptanya semboyan tersebut?
Dengan keberadaan semboyang ini, mereka yakin bahwa
kita akan bersatu dan itulah memang tujuannya. Satu lagi, jangan lupakan
mereka.
Apa makna dari semboyan itu masih bisa di temukan
di Bulukumba sekarang?
Kalau semboyangnya, banyak sekali di spanduk menjelang
pemilukada. Di titik jalan tertentu juga ada biasanya. Tapi seperti spanduk
tadi, kebanyakan dari kita. Cuma berkata, tapi penerapannya masihlah sekian
persen saja. Yang bias dibilang masih sangat bertahan adalah Kajang. Contoh
kecil persatuan mereka yaitu, mereka memiliki hokum adat untuk selalu
menggunakan pakaian hitam dan tidak menggunakan sandal kemanapun perginya.
Bahkan sekalipun ke daerah lain, hal tersebut mereka terapkan tanpa rasa malu
sedikitpun kepada wilayah yang seharusnya asing bagi mereka.
Apa
pentingnya semboyan tersebut?
Kita harus tau, Bulukumba
bisa dikenal di dunia luar dan bahkan ke mancanegara karena pinisinya. Dan itu
sangat berkaitan erat dengan semboyang tersebut. Apalah arti keberadaan
Bulukumba tanpa itu semua, dan kira-kira apa lagi yang bias kita tonjolkan
kalau bukan itu. Tapi ingat, bukan sekedar ucapan, pahami nilainya. Kami sudah
tua dan tidak akan selalu ada untuk mengingatkan.
Sangat penting, untuk mempertahankan sebagai
pengontrol masyarakat, apa bila mungkin ada sifat egoisnya dengan mengingat
asal usul daerah kita sampai terciptanya semboyan ini, dengan harapan yang baik
dari leluhur, egoisme itu bisa diruntuhkan.
-----------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Semboyan yang mewakili kearifan lokal Bulukmba adalah
”Mali siparappe, tallang sipahua” yang artinya ”hanyut sama-sama terdampar,
tenggelam sama-sama terapung”.
2. ”Mali siparappe, tallang sipahua” seringkali
dihubungkan menjadi satu kalimat. Walaupun sebenarnya terpisah dua dengan
bahasa dan perumpamaan berbeda namun maknanya sama “mali siparappe” yang terjemahannya jika hanyut sama-sama terdampar.
Ini brkembang di Bulukumba wilayah Barat. Yang kedua, “tallang sipahua’. Itu berasal dari bahasa bugis konjo, bahasa ini
berkembang di Bulukumba wilayah Timur yang terjemahannya jika tenggelam,
sama-sama terapung. Keduanya memiliki makna yang sama, yaitu yang saya katakan tadi, tekad yang kuat
dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi segala kondisi, baik suka ataupun
duka.
3. “Mali siparappe, Tallang sipahua” muncul berkaitan
dengan sejarah Bulukumba. Setelah diresmikannya Bulukumba leluhur membuat satu semboyan
dengan Paradigma kesejarahan, dan kebudayaan memberikan nuansa
moralitas tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui
satu prinsip "Mali’ siparappe, Tallang sipahua",
4. semboyan “Mali siparappe, tallang sipahua” di buat
dengan tujuan agar masyarakat bersatu
dengan mengemban amanat persatuan dalam mewujudkan keselamatan bersama.
5. Di beberaapa daerah, hanya tersisa sedikit dari
setengah masyarakatnya yang masih terikat dengan budaya luhur berkaitan dengan
makna semboyang tersebut.
6. Sangat penting, untuk mempertahankan persatuan
masyarakat Bulukumba agar tidak timbul keegoismean dalam menjalani hidup
bermasyarakat.
B. Saran
Pertahankan eksistensi kearifan lokal, jadikanlah
sebagai landasan berrkehidupan dan berbudaya. Jangan sampai anak-cucu kelak
kehilangan pribadi bangsa dan budayanya.
***
0 comments:
Posting Komentar