Rabu, 25 Juni 2014

Kenapa Harus '25' ?

Apakah ada arti untuk setiap angka yang kau temui di saat-saat tertentu?
Seberapa penting angka itu?
Selama apa angka itu begitu berarti untukmu?
Benarkah?
-----------------------------------------------------------------------
Angka 25 atau 'dua puluh lima', aku suka itu. Ya, aku suka. Tak ada alasan spesial untuk ini, aku suka saja.

Sewaktu kecil, sejak usiaku kira-kira 4 tahun,  aku tertarik sama yang namanya angka. Namanya juga anak kecil, kalau dapat pensilnya kakak, ditambah bukunya juga, sudah deh, coretannya bakalan ada di sana-sini. Pas bukunya diliat kakak, pasti diomeli habis-habisan. Seperi biasa, ibu jadi langganan pelaporan. Tau tidak? Aku selalu aman-aman saja, aku kan masih kecil sementara kakak sudah duduk di kelas satu sekolah dasar, jadi ibu selalu memberikan pembelaan untukku. Hehe, cerita ini juga diceritakan kakakku. Yah, kakak tidak dendam kok, kami sering tertawa mengulang cerita ini. 

Tidak sampai disitu saja, incaranku bukan cuma pensil atau pulpen. Di halaman rumah, ada sedikit tumpukan pasir. Kalau ibu lagi sibuk-sibuknya urus kerjaan di rumah, sering-sering aku terlantar beberapa saat. Sudah, kuhibur diri dengan berbagai permainan. Pasir ada di depan rumah, dan pintu terbuka lebar. Yahooo! Mari kita berpasir ria. Kubentuk pasir dengan berbagai bentuk, sedikit ndak karuan sih bentuknya. Maklum, masih empat tahun. 

Ibu belum juga mencariku. Di sela-sela waktu bermain, kudapati sebatang kayu di sebelahku, tergeletak di atas hamparan pasir. Dan sepertinya menarik. Layaknya Pensil atau pulpen, kujadikan alat tulisku, dan kali ini, pasirlah bukunya. Hmmm, permainan yang menarik dan tak perlu bikin kakak jadi bermarah ria. Hehe, tapi ndak kepikiran begitu juga sih hari itu. sekali lagi, namaya juga anak-anak. Yah, anak-anak lagi.

Baru aku menulis huruf 'A', di telingaku sudah terdengar gemuruh kaki dengan tempo yang begitu cepat, sepertinya itu ibuku. Tanpa ocehan sedikit pun, seluruh badanku dilarikan ke kamar mandi dan diguyur air, mandi. Seluruh tubuhku di perhatikan sedetail mungkin, mulai dari ujung kepala, sampai pada ujung kuku kaki. Ibu memastikan tak ada sebutir pun pasir yang hinggap di tubuhku, itu semua karena ayah tak suka kalau anak-anaknya bermain tanah ataupun pasir.

Tahu tidak? Sepulang kerja, ayah selalu mengajariku tentang huruf dan angka. Sampai kepada membaca dan berhitung. Aku sudah sedikit terampil menjumlahkan angka sederhana di usiaku itu. 

Ada hari, ketika kudapati tas kerja ayah, ku pretelin deh sana-sini. Tak ada pensil, pulpen, ataupun buku. Tapi, aku dapati benda yang begitu asing untukku. bentuknya persegi panjang dengan beberapa tonjolan elastis ketika di tekan. Tibah-tiba ibu datang, dan menegurku sebentar. Isi tas dimasukkan kembali. Tapi ibu baik, ia menyisakan benda asing itu di tanganku, lantas mengajariku sesuatu. Mulai dari menekan, dan melihat layarnya yang agak pendek nan memanjang. Katanya, yang elastis itu adalah tombol. Benda asing itu, ibu bilang itu kalkulator. 

Ibu menjelaskan panjang lebar tentang cara pakai dan fungsi setiap tombol. Tetap aku belum begitu paham, tapi juga ndak merasa perlu komplain. Hari itu, mataku hanya tertuju pada keunikan tombol yang elastis dan layarnaya, bagiku luar biasa. 

Ibu melanjutkan kerjaannya, tas ayah ditempatkan ke tempat yang menurutnya tak bisa lagi dijangkau ku. Kalkulator masih di tangan, dan kulanjutkan rasa penasaranku tadi, Kutekan sana sini, entah  yang kutekan tombol apa, yang jelas ku tekan saja. Yang kulihat di layar mininya, ada angka yang muncul untuk beberapa tombol yang ku tekan. 

Sampai pada saatnya, aku memperhatikan dua angka yang begitu mirip, antara angka begini '2' dan begitu '5'. Sontak aku lupa membedakannya, yang mana dua dan yang mana lima. Kutekan bergantian secara berulang, masih juga belum aku ingat. soalnya, di kalkulator, ndak ada huruf yang bengkok tuh. Bikin bingung. Tapi, ada satu hal yang menarik untukku, kala ku tekan angka '2' dan '5' secara bergantian, terbentuk motif yang unik bagiku. '252525252525', simpelnya '25', motif yang terbentuk mirip gelas berkaki satu yang dibolak-balik. Lucu saja untukku, entah lucu dari sisi mananya. Mungkin aku takjub. Aku Tertawa kegirangan dan terus saja menekan kedua angka itu bergantian, aku merasa senang. Tanpa ku tahu, ternyata suara tawaku mengundang ibu, ayah, dan kakakku menghampiriku. Sebelumnya, mereka lagi asyik-asyiknya nonton sinetron. Kukira mereka akan memarahiku dan segera memasukkan ku dalam ayunan, dipaksa tidur. Tapi, ternyata tidak. Mereka ikut duduk besamaku, sepertinya mereka begitu bahadia melihat keceriaanku. Ayah yang pertama menanya-nanyaiku tentang penyebab keceriaanku, dan kujawab dengan kalimat yang belum begitu lengkap, tapi dipahami mereka. Mereka pun memperpanjang cerita kala itu. Mungkin, yang dibicarakan adalah aku. Kakak ikut penasaran dengan 'si kalkulator', mencoba merebut, tapi tak kubiarkan. Aku punya senjata, adalah teriakan kesal, nangis. Kamu kalah kak. hehe.....

Berawal pada kejadian itu, aku suka dengan angka '25'. Untungnya, sekarang aku sudah bisa bedakan di kalkulator, kalo '2' itu dua dan '5' itu tiga. Hmm, tak ada alasan untuk menyukainya. Tak pantas kusebut itu hoki, bukan angka yang begitu sistimewa. Aku suka saja, tak ada alasan yang begitu mendalam. 

Memang, tak ada alasan. Tapi, jagad raya ini mesti tahu, aku membawa angka '25' dari hariku yang  lalu, yang penuh keceriaan, hingga kini. Aku berharap saja, semoga hari ini dan hari-hari berikutnya, aku bisa terus menemukan hari-hari yang ceria bersama keluargaku, teman, sahabat, dan siapapun yang selalu dan akan kutemui dalam hidupku.

555 

0 comments:

Posting Komentar