Rabu, 15 Januari 2020

Pada Akhirnya

Kita boleh-boleh saja beranggapan jika hari ini mungkin hari baru. Walaupun setiap hari tetap 24 jam, kadang kita lengah menghitung detik. Kemarin dan hari ini akan selalu berbeda. Bahagia, senyuman, tertawa, melompat lebih tinggih, bahkan pada akhirnya harus menangis. Iya, kadang ego membisikkan bahwa hari sepenuhnya milik kita, tapi sebenarnya itu kurang tepat. Perihal itu semua, kadang waktu yang tersisa kita biaskan dengan berharap hari yang sama dengan yang lain, tanpa kita sadar juga, mungkin hari kita adalah sebuah mimpi untuk yang lain. Bersyukur, kesedihan sering membuatku belajar, banyak belajar. Bahwa sedih itu kadang harus dinikmati sendiri, tak perlu dibagi, pada siapaun itu. Bukan karena semua itu sakit, bukan. Aku hanya lebih banyak bersyukur dengan sebuah pelajaran baru, bahwa wawasan manusia memang terbatas, perlu untuk terus belajar, bukan hanya persoalan materi, persoalan hati pun sepertinya harus.
________________________________________
Aku selalu bersyukur jika memiliki perasaan yang tak terbatas. Sebut saja itu baper, tapi malah malu. Mataku berusaha membelot dari kenyataan yang kuterawang, tapi tetap saja kikuk pada beberapa hal. Untungnya mengenai persoalan hak, aku begitu tau, itu tak perlu kupersoalkan. Persoalkan pada diriku? Apa harus? Aku hanya khawatir tersesat disana, dan tak tahu jalan pulang. Saat ini kuakui, agaknya memang tersesat di dalam pelukan sangkar yang gelap. Tak tahu harus berkiblat kemana, untuk keluar dari kesesatan itu, karna sejujurnya di sini pun, kukira adalah kiblat. 

0 comments:

Posting Komentar